Urayniab adalah seorang perempuan yang baru saja menikah dengan laki-laki baik hati bernama Yazid. Setelah menikah, ia tinggal bersama suaminya dan juga ibunya Yazid. Namun, dari hari ke hari Urayniab semakin tidak suka terhadap ibu mertuanya. Menurutnya, ibu mertuanya selalu mengaturnya. Apa pun yang dilakukan pun selalu dipandang salah oleh ibu mertuanya. 

Urayniab merasa jengah. Ia sangat membenci ibu mertuanya. Kemudian ia menyampaikan keinginan untuk pindah rumah kepada suaminya. Namun, Yazid memjawab, "Wahai istriku, tolong bersabarlah pada sikap ibuku. Sebenarnya beliau adalah orang yang sangat baik. Aku ingin membuatmu bahagia dengan menuruti keinginanmu tinggal terpisah dari ibu. Tapi, ibuku hanyalah sebatang kara jika aku tinggalkan, sementara seorang ibu tetaplah menjadi tanggung jawab anak laki-lakinya. Aku tetap wajib berbakti kepadanya. Sehingga berat bagiku untuk meninggalkannya."

Urayniab tidak puas dengan jawaban suaminya. Ia pergi menemui seorang tabib. Melalui tabib tersebut, ia ingin membunuh mertuanya.

"Tabib, aku sangat membenci ibu mertuaku. Tolong berikan aku racun untuk membunuhnya. Aku rasa hidupku akan bahagia jika bersama suami  saja tanpa ibu mertua." Ucap Urayniab.

"Baiklah. Aku akan memberikan sesuatu untuk membantumu. Tapi, syaratnya kau harus mencampurkan ini pada minuman ibu mertuamu setiap hari secara rutin. Agar tidak terkesan mendadak sehingga tidak ada yang curiga padamu. Lalu, kau juga harus selalu berbuat baik pada ibu mertuamu, bersikaplah rendah diri, dengar dan patuhi kata-katanya, hormati dia, dan layani ibu mertuamu dengan baik. Semua ini agar jika terjadi sesuatu pada ibu mertuamu, tidak akan ada yang curiga padamu." Jawab sang tabib.

Urayniab pulang dan melakukan semua hal yang dikatakan oleh tabib. Ia berusaha melakukannya sebaik mungkin agar jika racun yang ia berikan membuat ibu mertuanya meninggal tidak ada yang mencurigainya. 

Tiga bulan kemudian. Urayniab mendengar ibu mertuanya berbincang dengan Yazid. 

"Yazid, entahlah apa yang terjadi dengan perasaanku ini. Aku merasa semakin hari semakin menyayangi Urayniab, istrimu. Ia sangat baik kepadaku. Ia juga selalu patuh. Sungguh kau tak salah memilih istri. Jagalah istrimu."

Urayniab menangis terharu mendengar kata-kata ibu mertuanya. Ia segera pergi menemui tabib.

"Tabib, tolong berikan penawar racun yang paling ampuh untuk ibu mertuaku. Sungguh aku menyesal ingin membunuhnya. Ternyata ibu mertuaku sangat menyayangiku." Tutur Urayniab.

Tabib tertawa dan kemudian berkata, "Urayniab, sesungguhnya cairan yang aku berikan padamu hanyalah air putih biasa, bukan racun. Yang racun adalah adalah fikiran dan hatimu yang selalu kotor terhadap ibu mertua. Padahal dia hanya ingin agar engkau melakukan dan melayani yang terbaik untuk suamimu. Yang racun adalah hatimu yang selalu berburuk sangka pada ibu mertuamu."

Urayniab pun menangis dan meminta maaf kepada ibu mertuanya.

Readers, porsi dan cara seorang ibu mencintai anak laki-lakinya memang berbeda dengan istri terhadap suaminya. Perbedaan ini yang kerap memicu konflik antara ibu mertua dengan menantu perempuan. Sang menantu biasanya merasa selalu dianggap salah sehingga timbullah kebencian. Tapi, biar bagaimana pun, seorang istri memiliki kewajiban untuk mendukung suaminya berbakti kepada ibunya. 

Satu-satunya solusi saat terjadi masalah seperti di atas, yang harus dilakukan seorang menantu perempuan adalah introspeksi diri, sabar, dan tetap melakukan kebaikan. Sebab, bisa jadi kebaikan itulah yang akan meluluhkan hati sang mertua. Selain itu, ada baiknya jika mertua bisa menerima menantu dengan baik layaknya anak sendiri, menyampaikan segala sesuatu dengan lembut sehingga tidak menyinggung perasaan menantu, dan berusaha tidak mencampuri urusan rumah tangga anak kecuali jika dimintai bantuan atau melihat ada kemungkaran. Salah satu kunci ampuh untuk menyelesaikan masalah semacam ini adalah "jangan merasa paling benar", baik menantu maupun mertua.


Sumber cerita:
- Ceramah Oki Setiana Dewi
- Dutatv.com

Sumber gambar :
Google